Rabu, 15 April 2009

TIM PEMANTAU INDEPENDEN

judul diatas kalo disingkat namanya jadi TPI, kalo dalam bahasa televisi akan berhubungan dengan televisi pendidikan Indonesia yang tayangannya sudah tidak lagi mendidik, beberapa tayangan sudah mulai komersial dan tayangan non komersial susah untuk menjaring iklan, akhirnya idealisme sebagai televisi pendidikan harus dimentahkan oleh kepentingan mengejar profit, satu hal yang sangat mencengangkan ditunjukkan oleh TV One yang nyaris tidak menayangkan sinetron dalam bentuk apapun, masyarakat disuguhi berita dan informasi terbaru tetapi lihat iklannya sama bejibunnya dengan televisi lain, berarti tidak ada hubungan antara idealisme dengan profit. Menjadi diri sendiri tetap lebih unggul daripada meniru.

Kembali ke judul, menjadi tim pemantau adalah sebuah tanggung jawab, sebuah tanggung jawab moral untuk mengawasi agar ujian nasional berjalan dengan sedikit kecurangan, kecurangan tidak mungkin ada, hal ini sama dengan hitam putihnya warna, jika ada golongan putih maka ada golongan hitam, jika warna putih dikaitkan dengan hal baik maka warna hitam selalu identik dengan hal buruk, jika tidak mencoblos dianggap golongan putih apakah yang mencoblos dianggap golongan hitam? jika jawabnya ya maka pola pikir yang dipakai oleh para provokator golput pemilu bisa dikaitkan dengan dunia hitam dan dunia putih. Aneh...

Mengawasi dan mencegah kecurangann tentu tidak harus meninggalkan budaya etis dan etika, datang sebelum ujian dimulai dan pulang setelah ujian selesai, bagaimana dengan anggota TPI yang datang terlambat dan pulang awal? tidak ada tim pemantau khusus mengawasi kinerja TPI ini, pengawas ujian bisa iri dengan kinerja para tim pemantau independen ini, kerja lebih ringan tapi honor lebih banyak...jika uang menjadi tolok ukur, sebenarnya beban moral untuk menjaga standar atau mutu juga patut diperhitungkan, jika yang menjadi TPI adalah seorang dosen yang bisa mengajukan penelitian sebesar 5 juta sampai 12,5 juta bandingkan dengan honor menjadi TPI sangat beda, mengapa mau? karena tanggung jawab secara moral.

Menjadi TPI bukan masalah uang tetapi tanggung jawab moral untuk menjaga mutu, upaya penjaminan mutu pendidikan bertujuan agar generasi muda Indonesia kompetitif, berani berdikari atau enterpreneur, visioner, tangguh, tahan banting dan kompeten dibidangnya, tentu TPI hanya segelintir peran dalam pendidikan, jika ujian tidak diawasi, jika pelaksanaan tanpa pemantauan maka upaya BERSIH mewuujudkan generasi cerdas bisa dikotori oleh kecurangan, semoga kelak Ujian nasional bukan lagi momok tetapi menjadi ajang Final sebuah kompetisi kecerdasan, sehingga yang kalah sekalipun tetap cerdas bukan yang lolos ternyata sama bodohnya dengan yang tidak lolos, satu keyakinan bahwa generasi cerdas sudah didepan mata, dengan managemen yang tepat, sentuhan tangan dingin birokrat akan membuat generasi cerdas ini terlahir melalui sebuah mekanisme panjang bukan dengan cara instan.

2 komentar:

  1. pada UAN april 2009 namanya bukan lagi TPi pak, tapi mereka bertindak sebagai pengawas. sedangkan sekolah hanyalah sebagai penyelenggara UAN.

    BalasHapus
  2. TPI tetaplah TPI, pengawas ada sendiri. sekolah sebagai penyelenggara juga sendiri.

    aneh ya, pengamanan sudah berlipat. ada pengawas,ada pemantau, ada kepolisian juga. tapi masih aja ada kecurangan. gimana nech..

    memang tugas pemantau itu sangat berat..

    BalasHapus